Text
Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Di Metro Provinsi Lampung
Secara umum masyarakat adat Lampung sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia sudah sejak lama dikenal berkat keunikan adat istiadatnya yang kental akan nuansa kedaerahan dan nilai-nilai luhur yang diturunkan oleh nenek moyang dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar atau komunitas masyarakat ini melahirkan perkembangan system kekerabatan dan karakter tersendiri. Salah satu yang melatarbelakakngi perbedaan dan ciri khas tersebut adalah faktor lingkungan atau daerah yang dijadikan tempat tinggal kelompok adat tersebut. Secara etno-historis, Marga Nuban merupakansalah satu masyarakat adat Lampung beradat Pepadun yang termasuk dalam klasiofikasi sistem kekerabatan Buay Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga). Kesembilan marga yang tergabung dalam sistem kekerabatan Buay Abung Siwo Mego, masing-masing memilikipola kehidupan tersendiri, berpencar dan mendiamiwilayah-wilayah tertentu. Hal tersebut setelah berabad-abad silam, nenek moyang Ulun Lampung telah memiliki tradisi dan sikap saling menghormati pada setiap perbedaan dan keberagaman yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu langsung atau tidak akan melahirkan budaya dan tradisi yang ada di lingklungannya.tujuan utamadari penginventarisasian pendokumentasian karya budaya di kota Metro adalah menjaring data tentang Karya Budaya di daerah tersebut. Teknik pengumpulan data, data kualitatif dapat dikumpulkan melalui tiga cara, yaitu : Wawancara mendalam dan terbuka, observasi, penelaahan dokumentasi tertulis. Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya kolonisasi dan dibentuk sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Sebelum tahun1936, Trimurjo adalah bagian dari Onder Distrik Gunungsugih yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban. Kawasan ini adalah daerah yang terisolasi tanpa banyak pengauh dari penduduk lokal Lampung. Namun, pada awal tahun 1936 Pemerintah Kolonial Belanda mengirimkan migran orang-orang Jawa (Kolonis) ke wilayah ini untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan mengurangi kegiatan para aktivis kemerdekaan. Kelompok pertama tiba padatanggal 4 april 1936. Pada tanggal 9 juni 1937, nama daerah itu diganti dari Trimurjo menjadi Metro. Bagian terpenting dari sebuah karya budaya Indonesia di Kota Metro adalah pengenalan batas setiap wilayah kebudayaan. Dari hal tersebut dapat diketahui keanekaragaman budaya masyarakat penduduknya, baik dalam bentuk fisik yang mewarnai setiap wilayah kebudayaan. Kegiatan ini hanya berusaha mengungkapkan, menginventarisasikan, dan mendokumentasikan kehidupan social budaya masyarakat Kota Metro, yaitu pola-pola kelakuan, pranata social, dan system budaya yang ada, termasuk di dalamnya latar sejarahnya, disamping yang bertalian dengan kegiatan ini.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain